Senin, 04 Juni 2012

PENGARUH INTENSITAS CAHAYA DAN SUHU TERHADAP LAJU FOTOSINTESIS


Tujuan

Melihat pengaruh suhu dan intensitas cahaya terhadap laju fotosintesis dengan mengukur banyaknya O2 yang dikeluarkan.

Hasil Pengamatan
Intensitas Cahaya
O2 yang dihasilkan
20o C
30o C
15
25
60
120
15
25
60
120
100
3,5



10



36

4



9,5


6,25


4



9,5

1,56



4



9,5

Pembahasan
            Fotosintesis adalah suatu proses yang terjadi hanya di tumbuhan yang berklorofil dan bakteri fotosintetik, dimana energi matahari (dalam bentuk foton) ditangkap dan diubah menjadi energi kimia (ATP dan NADPH). Energi kimia ini akan digunakan untuk fotosintesa karbohidrat dari air dan karbondioksida. Sehingga seluruh molekul organik lainnya dari tanaman disentesa dari energi dan adanya organisme hidup lainnya tergantung pada kemampuan tumbuhan atau bakteri fotosintetik untuk berfotosintesis (Devlin, 1975).Fotosintesis menghasilkan glukosa dan karbohidrat. Hasil tersebut sebagian digunakan sebagai energi bagi tumbuhan agar tetap hidup. Hasil yang tidak digunakan disimpan sementara pada daun atau bagian tumbuhan yang lain dalam bentuk zat tepung.
             Laju fotosintesis berbagai spesies tumbuhan berbeda dan dipengaruhi oleh adanya keragaman cahaya, suhu, tahap pertumbuhan, ketersediaan CO2 dan ketersediaan air, tapi tiap spesies menunjukkan perbedaan yang besar pada kondisi khusus yang optimum (Salisbury, 1995).
            Banyak faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis diantaranya adalah cahaya, konsentrasi karbondioksida, suhu, kadar air, kadar fotosintat, tahap pertumbuhan, dan faktor dalam yakni konsentrasi klorofil, defisit air, dan konsentrasi enzim. Cahaya, pengaruh cahaya terhadap laju fotosintesis dapat didasarkan pada intensitas cahaya, lamanya penyinaran dan kualitas cahaya. Semakin tinggi intensitas cahaya maka tumbuhan akan banyak menghasilkan energi ATP, namun jika terlalu tinggi akan merusak klorofil. Konsentrasi oksida, semakin banyak karbon dioksida di udara, makin banyak jumlah bahan yang dapt digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis. Suhu, suhu yang optimal agar proses fotosintesis dapat berjalan maksimal adalah 10-38o C atau berada pada suhu yang tidak terlalu tinggi dan terlalu rendah. Kadar air, kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup, menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju fotosintesis. Kadar fotosintat, jika kadar fotosintat seperti karbohidrat berkurang, laju fotosintesis akan naik. Bila kadar fotosintat bertambah atau bahkan sampai jenuh, laju fotosintesis akan berkurang. Tahap pertumbuhan,  laju fotosintesis jauh lebih tinggi pada tumbuhan yang sedang berkecambah daripada tumbuhan dewasa. Hal ini dikarenakan tanaman yang sedang berkecambah memerlukan energi yang banyak untuk pertumbuhannya menjadi tanaman dewasa.
            Percobaan 6 ini berdasarkan dengan teori yang di kemukakan oleh F.F Blackman pada tahun 1905 yang berkesimpulan bahwa proses fotosintesis meliputi reaksi fotokimia dan reaksi enzimatik. Blackman melakukan percobaan dengan menggunakan tumbuhan air yang hijau Elodea sebagai bahan ujinya. Bila sepotong tumbuhan itu ditempatkan terbalik dalam larutan encer NaHCO3 (yang merupakan sumber CO2) diterangi dengan lampu senter maka gelembung oksigen segera dikeluarkan dari bagian potong tangkainya. Kemudian dihitunglah jumlah gelembung yang dikeluarkan dalam interval waktu tertentu pada setiap intensitas cahaya. (Kimball,1983:180). Pada percobaan lain disebutkan bahwa peningkatan CO2 diikuti peningkatan fotosintesis. (Curtis dan Clark,1950).
            Dari hasil percobaan dapat dikatakan bahwa pada perlakuan suhu 20o C tidak sesuai dengan literatur. Literatur menyatakan bahwa semakin tinggi intesitas cahaya yang diberikan maka akan banyak oksigen yang dihasilkan, namun pada percobaan ini berbanding terbalik menjadi pada intensitas cahaya tinggi menghasilkan oksigen yang lebih sedikit dibandingkan dengan intesitas yang rendah. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan praktikan dalam melakukan pengamatan tersebut. Pada perlakuan 30o C menunjukan hasil yang sesuai dengan literatur yakni intensitas yang tinggi menghasilkan oksigen yang lebih banyak dibandingkan dengan pemberian perlakuan pada intensitas rendah. Perbedaan suhu juga terlihat jelas sesuai dengan literatur dimana suhu yang lebih tinggi akan menghasilkan oksigen yang lebih banyak. Namun jika suhu terlalu tinggi akan merusak enzim, karena suhu mempengaruhi kerja enzim dalam fotosintesis.
Jawaban Pertanyaan
1.    Dapat dilihat pada data perlakuan suhu 30o C dimana pada jarak pemberian cahaya yang dekat menghasilkan oksigen yang lebih banyak dibandingkan pada jarak jauh. Sehingga jarak intensitas cahaya merupakan pembatas fotosintesis, karena cahaya diperlukan dalam proses fotosintesis.
2.    Hasil percobaan dapat menunjukan sifat reaksi ganda dari fotosintesis yaitu pada suhu 30ยบ C dimana fotosintesis yang terjadi pada fase terang dan fase gelap (reaksi ganda) memerlukan cahaya dan berhenti bila tak ada cahaya (terhambat). Bila fase terang terjadi maka fase gelap juga dapat berlangsung karena fase gelap menggunakan energi dari fase terang dengan menghasilkan glukosa. Jadi bila fase terang tidak terjadi maka fase gelap juga tidak akan berlangsung.
3.    CO2 dapat dianggap sebagai pembatas dalam percobaan ini karena  laju fotosintesis yang meningkat dengan naiknya suhu tidak terjadi jika suplai CO2 terbatas. Jadi, konsentrasi CO2 harus ditambahkan sebagai faktor ketiga yang mengatur laju fotosintesis itu berlangsung.

Kesimpulan
            Pada perlakuan suhu 20oC tidak sesuai dengan literatur, dimana hasil percobaan tersebut menunjukan pemberian intensitas yang besar menghasilkan oksigen yang sedikit dibandingkan dengan pemberian intensitas yang lebih rendah. Pada perlakuan 30o C sesuai dengan literatur dimana pemberian intensitas yang tinggi menghasilkan oksigen yang lebih banyak dibandingkan dengan pemberian intensitas yang rendah. Pengaruh suhu juga dapat terlihat jelas dimana perlakuan suhu 20o C menghasilkan oksigen yang sedikit dibandingkan dengan perlakuan suhu 30o C.

Daftar Pustaka
Clark,D.G. and Curtis,O.F. and. 1950. An Introduction Plant Physiology. London: McGrow-Hill Book Company, Inc.
Devlin  Robert M.1975.Plant Physiology Third Edition.New York:D. Van Nostrand.
Kimball, John W. 1983. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta : Erlangga.
Salisbury  J.W. dan Ross.1995.Fisiologi Tumbuhan Jilid 2.Bandung:ITB.

PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP LAJU TRANSPIRASI


Tujuan
Mempelajari pengaruh faktor-faktor lingkungan jumlah daun, sirkulasi udara, cahaya, dan jumlah stomata terhadap laju transpirasi.

Hasil Pengamatan
Perlakuan
Kelompok
1
2
3
4
Rata-rata
Laboratorium
5,1



5,1
Kipas angin
6,4

4

5,2
Kipas angin+cahaya

0,53

3,2
1,8
Cahaya

0,67

3,2
1,9
Cahaya - daun ½
7,1
0,27

1
2,8
Cahaya + daun atas vaselin
3,6


1,9
2,75
Cahaya + daun bawah vaselin

1,9

4,7
3,3

Pembahasan
Transpirasi adalah proses hilangnya air dalam bentuk uap air dari jaringan hidup tanaman yang terletak di atas permukaan tanah melewati stomata, lubang kutikula, dan lentisel . 80% air yang ditranspirasikan berjalan melewati lubang stomata, paling besar peranannya dalam transpirasi. Sebagian besar air yang diserap tanaman ditranspirasikan (Indradewa, 2011). Sebagian besar transpirasi terjadi melalui stomata karena kutikula secara relatif tidak tembus air,dan hanya sedikit transpirasi yang terjadi apabila stomata tertutup. Dengan terbukanya stomata lebih lebar, lebih banyak pula kehilangan air, tetapi peningkatan kehilangan air ini lebih sedikit untuk masing-masing satuan penambahan stomata. Banyak faktor mempengaruhi pembukaan dan penutupan stomata, yang paling utama dalam kondisi lapangan ialah tingkat cahaya dan kelembapan. Pada sebagian besar tanaman budidaya  cahaya menyebabkan stomata terbuka. Pada tingkat kelembapan didalam daun yang rendah sel-sel pengawal kehilangan turgornya, menagkibatkan penutupan stomata. Banyak tanaman mempunyai mekanisme dalam daun yang menguntungkan pengurangan transpirasi apabila persediaan air terbatas(Salisbury, 1992).
Menurut, Sasmitamihardja 1996, ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi transpirasi, yaitu :
1.    Radiasi cahaya. Radiasi cahaya mempengaruhi membukanya stomata, sehingga dengan terbukanya stomata pada siang hari, transpirasi akan berjalan dengan lancar.
2.    Kelembaban. Kelembaban udara sangat berpengaruh terhadap laju transpirasi. Kelembaban menunjukkan banyak sedikitnya uap air di udara, yang biasanya dinyatakan dalam kelembapan relatif. Makin banyak uap air di udara, akan makin kecil perbedaan tekanan uap air dalam rongga daun dengan di udara, akan makin lambat laju traspirasi. Sebaliknya apabila tekanan uap air di udara makin rendah atau kelembapan relatifnya makin kecil, akan makin besar perbedaan uap air di rongga daun dengan di udara, dan transpirasi akan berjalan lebih cepat.
3.    Suhu. Suhu tumbuhan pada umumnya tidk berbeda banyak dengan lingkungannya. Kenaikan suhu udara akan sangat mempengaruhi kelembaban relatifnya. Meningkatnya suhu siang hari, menyebabkan kelembaban relatif udara makin rendah, sehingga akan menyebabkan perbedaan tekanan uap air dalam rongga daun dengan di udara menjadi semakin besar dan laju transpirasi meningkat.
4.    Angin. Apabila angin bertiup terlalu kencang, dapat mengakibatkan keluaran uap air melebihi kemampuan daun untuk menggantinya dengan air yang berasal dari tanah, sehingga lama-kelamaan daun akan mengalami kekurangan air, turgor sel akan menurun termasuk turgor sel penutup dan akhirnya stomata dapat tertutup.
5.    Keadaan air tanah. Laju transpirasi sangat bergantung pada ketersediaan air di dalam tanah, karena setiap air yang hilang dalam proses transpirasi harus dapat segera diganti kembali, yang pada dasarnya berasal dari dalam tanah. Berkurangnya air dalam tanah akan menyebabkan berkurangnya pengaliran air ke daun dan hal ini akan menghambat laju transpirasi.
Berdasarkan proses fotosintesis tanaman dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu C3, C4, dan CAM (Crassulacean Acid Metabolism). Tanaman C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan dengan tanaman C3. Hal ini dikarenakan tanaman golongan C4 menghasilkan berat kering 2-3 kali lebih besar persatuan air yang digunakan dibandingkan tanaman golongan C3 yang berarti tanaman C4 lebih efisien dalam menggunakan air dibandingkan dengan tanaman C3. C3 memiliki laju transpirasi yang lebih besar dibandingkan dengan tanaman C4 dan CAM. Pada tanaman CAM memiliki lapisan lilin (kutikula) yang tebal sehingga dapat menghambat keluarnya air dari dalam tumbuhan. Contoh tanaman C3 adalah gandum, kentang, kedelai, kacang-kacangan dan kapas. Contoh tanaman C4 adalah jagung dan tebu. Sedangkan contoh tanaman CAM adalah kaktus dan anggrek.
Dari data pengamatan terdapat data yang bertentangan dengan literatur, yakni pada laju transpirasi yang dihasikan oleh daun utuh lebih kecil dibandingkan dengan laju transpirasi setengah daun, yang seharusnya adalah laju transpirasi yang dimiliki oleh daun utuh lebih besar dibandingkan dengan setengah daun karena stomata yang dimiliki oleh daun utuh lebih banyak dibandingkan dengan setengah daun. Data yang bertentangan selanjutnya adalah ketika pemberian vaselin pada permukaan daun, dari data pemberian vaselin pada permukaan atas daun lebih rendah dibandingkan dengan pemberian vaselin pada permukaan bawah daun, yang seharusnya adalah laju transpirasi permukaan bawah daun yang dilapisi vaselin lebih rendah dibandingkan laju transpirasi permukaan atas daun yang diberi vaselin, hal ini terkait dengan keberadaan stomata yang lebih banyak pada permukaan bawah daun dibandingkan dengan permukaan atas daun. Ketidaksesuaian data dengan literatur disebabkan oleh praktikan kurang teliti dalam mengamati dan mengukur, tidak adanya kesepakatan diantara praktikan yang menyebabkan terdapat beberapa kelompok yang tidak mengamati.

Jawaban Pertanyaan
1.    Jika batang berakar yang digunakan untuk praktikum ini maka yang terjadi adalah laju transpirasi mengalami penurunan, karena proses masuknya air menjadi lebih sulit dan melalui mekanisme transportasi yang lebih kompleks yaitu dari epidermis menuju endodermis serta melalui tiga lintasan yaitu lintasan apoplas, lintasan transmembran, dan lintasan simplas. Setelah melewati ketiga jalur ini, air akan menuju xylem dan ke seluruh jaringan tumbuhan khususnya daun, akibat pergerakan air yang kompleks ini aliran air menuju permukaan daun lebih lama dibandingkan dengan tanaman yang tidak berakar, sehingga laju transpirasi akan lebih lama.
2.    Air bergerak melalui potometer naik ke dalam cabang tumbuhan disebabkan karena adanya daya penggerak, adesi dan kohesi air. Daya penggerak adalah gradien potensial air yang semakin negatif dari tanah, melalui tumbuhan menuju atmosfer. Air bergerak dalam lintasan mulai dari tanah, melalui epidermis, korteks, dan endodermis, masuk ke jaringan pembuluh akar , naik melalui unsur xilem, masuk ke daun, dan akhirnya ke stomata untuk kemudian ditranspirasikan ke atmosfer. Stuktur khusus lintasan ini seperti tabung pembuluh yang memiliki potensial osmotik rendah pada sel batang dan daun, serta kemampuan adesi antar dinding sel dengan air yang memilki daya kohesi untuk menarik molekul air keatas. Daya adesi ini diakibatkan adanya ikatan hidrogen. Sedangkan daya kohesi adalah daya tarik menarik antara molekul sejenis.
3.    Pengaruh faktor lingkungan yang dicoba terhadap laju transpirasi pada praktikum ini adalah (a) jumlah daun, semakin banyak jumlah daun maka laju transpirasi akan meningkat karena banyaknya stomata sebagai tempat terjadinya proses transpirasi. (b) sirkulasi udara, angin membawa udara dekat ke daun dan membuat lapisan pembatas pada daun lebih tipis sehingga mengakibatkan laju transpirasi pada tumbuhan lebih tinggi pada udara yang banyak hembusan angin. (c) cahaya, makin banyak cahaya maka laju transpirasi akan meningkat karena cahaya mempengaruhi membukanya stomata sehingga bila banyak cahaya stomata pada daun akan membuka dan laju trasnpirasi akan menjadi tinggi. (d) jumlah stomata, semakin banyak jumlah stomata maka proses transpirasi dapat berlangsung lebih cepat.


Daftar Pustaka
Indradewa, Didik dan Eka Tarwaca Susila Putra. 2011. Fisiologi Tumbuhan. Power point Fisiologi Tumbuhan UI, Jakarta.
Salisbury, Frank B. dan Clean W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan. Bandung: ITB.
Sasmitamihardja, Dardjat, dan Arbayah Siregar. 1996. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan Biologi ITB, Bandung.